KARUNAKEPRI.COM, MAGELANG – Di tengah dinginnya kabut Merbabu, Ustad Abdul Somad mengguncang kesadaran: kemerdekaan adalah syukur sekaligus tanggung jawab.
Kabut turun perlahan di lereng Gunung Merbabu, Ahad (17/8). Udara pagi yang menusuk kulit tak menyurutkan ratusan orang untuk berdiri tegak di pelataran Negeri Kahyangan. Tempat yang dulunya dikenal sebagai Tol Kahyangan itu berada di Dusun Surodadi, Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang.
Bendera Merah Putih berkibar, Indonesia Raya menggema, dan seorang ulama kharismatik berdiri di podium sederhana. Ustad Abdul Somad (UAS) tampil sebagai inspektur upacara HUT ke-80 RI. Dengan busana Melayu, lengkap mengenakan tanjak dan kain sampin, ia menyampaikan amanat yang menggetarkan, jauh melampaui batas lokasi.

“Penjajah lari bukan karena tank kita, bukan karena senjata kita. Mereka lari karena kita tidak takut mati,” seru UAS.
Suasana hening saat ia mengingatkan kembali sejarah. Bahwa ulama dan rakyatlah yang menanamkan keberanian, keyakinan, dan semangat tak gentar menghadapi maut.
Upacara juga dihadiri para asatidz yang masyhur di kalangan umat. Ustazd Salim A. Fillah, Ustad Luqmanul Hakim, dan Habib Muhammad bin Anis bergantian membacakan naskah Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945.
Kehadiran mereka menambah kekhidmatan acara yang diikuti para santri, ormas Islam, serta warga, yang mengenakan pakaian Jawa khas Magelang, serta para santri yang bersarung, peci, dan baju tradisional.
Lalu UAS mengaitkan kemerdekaan Indonesia dengan perjuangan bangsa lain. “Delapan puluh tahun lalu, Mufti Palestina Al-Husaini menjalin kekuatan untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Tapi hari ini mereka terjajah, anak-anak dibunuh, orang tua mati. Apa peduli kita kepada Gaza? Apa peduli kita kepada Palestina?”
Pertanyaan itu menggantung di udara dingin Merbabu, menusuk dada para peserta.
Dalam amanatnya, UAS juga menyinggung korupsi dan pengkhianatan konstitusi. “Penjajah itu jelas kulitnya. Tapi ada orang-orang darahnya darah kita, kulitnya kulit kita, yang merampas kekayaan negeri ini,” tegas dia.
Upacara ditutup doa bersama, memohon agar Indonesia tetap tegak sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur – negeri yang baik, diridai Allah. Angin Merbabu membawa doa itu, seakan menjadi pengingat abadi bahwa kemerdekaan adalah amanah.
“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah,” pesan UAS sebelum menutup amanatnya.
Delapan puluh tahun kemerdekaan, di kaki Merbabu, suara UAS bergaung: kemerdekaan adalah syukur, sekaligus tanggung jawab di hadapan Tuhan dan bangsa. (uhr)
Editor : Dedi