KARUNAKEPRI.COM – Kuliner yang satu ini merupakan tradisi turun temurun sejak zaman Kerajaan Lingga.
Tradisi ini masih terpelihara dengan baik di kampung-kampung di Lingga setiap setiap memperingati hari Asyura.
Tidak heran bila kuliner serupa bubur ini dinamakan bubur Asyura.
Membuat bubur ini secara bergotong-royong, selanjutnya dibagikan kepada setiap rumah penduduk.
Bubur Asyura dijadikan santapan berbuka bersama puasa hari Asyura di Masjid atau pun surau.
Biasanya pembuatan bubur Asyura di halaman Masjid atau Surau secara bergotong-royong.
Uang untuk membeli bahan bubur Asyura berasal dari sumbangan masyarakat kampung.
Bubur Asyura yang dibuat terdiri dari dua jenis sesuai pilihan, yakni ada bubur lemak dan manis.
Bedanya bubur manis tidak menggunakan rempah-rempah dan ikan laut hanya ditambahkan pulut hitam dan pemanis rasa.
Sementar bubur Asyura berupa bubur lemak ditambah beberapa hasil laut seperti udang dan cumi-cumi, ikan.
Bubur ini oleh masyarakat Lingga dibuat setahun sekali saat memperingati hari Asyura pada setiap sepuluh hari bulan Muharram.
Namun pada hari Asyura disunahkan untuk berpuasa sunat, karena bubur Asyura ini disediakan untuk berbuka puasa bersama.
Adapun makna dari bubur asyura adalah mempererat silaturrahmi antar sesama, gotong royong, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, berbagi rezeki, dan berbudi pekerti.***